Jumat, 04 November 2011

STRATEGI INOVASI PENDIDIKAN

Strategi adalah suatu cara atau tehnik untuk meyebarkan inovasi, Dalam proses penyebaranyan inovasi ini tidaklah mudah untuk dilakukan secara cepat, tetapi akan menggunakan proses yang sangat rumit sehingga penyebaranyapun menggunakan sebuah setrategi. Dalam proses penginovasian akan lebih mudah diterapkan jika kita akan menggunakan sebuah tehnik-tehnik tertentu melalui setrategi yang akan digunakan. Dengan adanya setrategi maka hambatan-hambatan inovasi akan lebih mudah diatasi.

Salah satu faktor yang ikut menentukan efektivitas pelaksanaan program perubahan Sosial adalah ketepatan penggunaan strategi, tetapi memilih strategi yang tepat bukan pekerjaan yang mudah.

Ada empat macam strategi :

1. Strategi Fasilitatif

Pelaksanaan program perubahan sosial dengan menggunakan strategi fasilitatif artinya untuk mencapai tujuan perubahan perubahan sosial yang telah ditentukan, diutamakan penyediaan fasilitas dengan maksud agar program sosial akan berjalan dengan mudah dan lancar.

Strategi fasilitatif ini akan dilaksanakan dengan tepat jika diperhatikan hal – hal sebagai berikut :

a. Strategi fasilitatif akan dapat digunakan dengan tepat jika : sasaran perubahan (klien) :

1. Mengenal masalah yang dihadapi serta menyadari perlunya mencari target perubahan.

2. Merasa perlu adanya perubahan atau perbaikan.

3. Bersedia menerima bantuan dari luar dirinya.

4. Memiliki kemauan untuk berpartisipasi dalam usaha merubah atau memperbaiki dirinya.

b. Sebaiknya strategi fasilitatif dilaksanakan dengan disertai program menimbulkan kesadaran pada klien atas tersedianya fasilitas atau tenaga bantuan yang diperlukan.

c. Strategi fasilitatif tepat juga digunakan sebagai kompensasi motivasi yang rendah terhadap usaha perubahan sosial.

d. Menyediakan berbagai fasilitas akan sangat bermanfaat bagi usaha perbaikan sosial jika klien menghendaki berbagai macam kebutuhan untuk memenuhi tuntutan perubahan sesuai yang diharapkan.

e. Penggunaan strategi fasilitatif dapat juga dengan cara menciptakan dengan peran yang baru dalam masyarakat jika ternyata peran yang sudah ada di masyarakat tidak sesuai dengan penggunaan sumber atau fasilitas yang diperlukan.

f. Usaha perubahan sosial dengan menyediakan berbagai fasilitas akan lebih lancar pelaksanaannya jika pusat kegiatan organisasi pelaksana perubahan sosial, berada di lokasi tempat tinggal sasaran.

g. Strategi fasilitatif dengan menyediakan dana serta tenaga akan sangat diperlukan jika klien tidak dapat melanjutkan usaha perubahan sosial karena kekurangan sumber dana dan tenaga.

h. Perbedaan sub bagian dalam klien akan meyebabkan perbedaan fasilitas yang diperlukan untuk penekanan perubahan tertentu pada waktu tertentu.

Strategi fasilitatif kurang efektif jika :

- Digunakan pada kondisi sasaran perubahan yang sangat kuat untuk menentang adanya perubahan sosial.

- Perubahan diharapkan berjalan dengan cepat, serta tidak ada sikap terbuka dari klien untuk menerima perubahan.

2. Strategi Pendidikan.

Dengan strategi ini orang harus belajar lagi tentang sesuatu yang dilupakan yang sebenarnya telah dipelajarinya sebelum mempelajari tingkah laku atau sikap baru.

Strategi pendidikan dapat berlangsung efektif, perlu mempertimbangkan hal-hal berikut ini :

1. Digunakan untuk menanamkan prinsip-prinsip yang perlu dikuasai untuk digunakan sebagai dasar tindakan selanjutnya sesuai dengan tujuan perubahan sosial yang akan dicapai.

2. Disertai dengan keterlibatan berbagai pihak, misalnya dengan adanya, sumbangan dana, donator, serta penunjang yang lain.

3. Digunakan untuk menjaga agar klien tidak menolak perubahan atau kembali ke keadaan sebelumnya.

4. Digunakan untuk menanamkan pengertian tentang hubungan antara gejala dan masalah, menyadarkan adanya masalah, dan memantabkan bahwa masalah yang dihadapi dapat dipecahkan dengan adanya perubahan.

Strategi pendidikan akan kurang efektif jika :

a. Tidak tersedia sumber yang cukup untuk menunjang kegiatan pendidikan.

b. Digunakan dengan tanpa dilengkapi dengan strategi yang lain.

3. Strategi bujukan.

Strategi bujukan tepat digunakan bila klien tidak berpartisipasi dalam perubahan sosial. Berada pada tahap evaluasi atau legitimasi dalam proses pengambil keputusan untuk menerima atau menolak perubahan sosial. Strategi bujukan tepat jika masalah dianggap kurang penting atau jika cara pemecahan masaalah kurang efektif serta pelaksana program perubahan tidak memiliki alat control secara langsung terhadap klien.

Strategi bujukan tepat digunakan bila klien (sasaran perubahan):

a. Tidak berpartisipasi dalam proses perubahan sosial.

b. Berada pada tahap evaluasi atau legitimasi dalam proses pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak perubahan sosial.

c. Diajak untuk mengalokasikan sumber penunjang perubahan dari suatu kegiatan atau program ke kegiatan atau program yang lain.

4. Strategi Paksaan.

Strategi dengan cara memaksa klien untuk mencapai tujuan perubahan. Apa yang dipaksa merupakan bentuk dari hasil target yang diharapkan. Penggunaan strategi paksaan perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

a. strategi paksaan dapat digunakan apabila partisipasi klien terhadap proses perubahan sosial rendah dan tidak mau meningkatkan partisipasinya.

b. Strategi paksaan juga tepat digunakan apabila klien tidak merasa perlu untuk berubah atau tidak menyadari perlunya perubahan sosial.

c. Strategi paksaan tidak efektif jika klien tidak memiliki sarana penunjang untuk mengusahakan perubahan dan pelaksana perubahan juga tidak mampu mengadakannya.

d. Strategi paksaan tepat digunakan jika perubahan sosial yang diharapkan harus terwujud dalam waktu yang singkat. Artinnya tujuan perubahan harus segera tercapai.

e. Strategi paksaan juga tepat dipakai untuk menghadapi usaha penolakan terhadap perubahan sosial atau untuk cepat mengadakan perubahan sosial sebelum usaha penolakan terhadapnya bergerak.

f. Strategi paksaan dapat digunakan jika klien sukar untuk mau menerima perubahan sosial artinya sukar dipengaruhi.

g. Strategi paksaan dapat juga digunakan untuk menjamin keamanan percobaan perubahan sosial yang telah direncanakan.

Berikut ini akan diuraikan tentang bagaimana guru dan kepala sekolah yang akan mengadakan perubahan atau menerapkan inovasi.

1. Tujuan diadakannya inovasi perlu dimengerti dan diterima oleh guru, siswa serta orang tua dan juga masyarakat. Harus dikemukakan dengan jelas mengapa perlu ada inovasi.

2. Motivasi positif harus digunakan untuk memberikan rangsangan agar mau menerima inovasi. Motivasi dengan ancaman, dengan mengajak agar orang mengikuti yang dilakukan oleh orang lain atau dengan menasehati agar orang menghindari kegagalan, belum tentu dapat berhasil.

3. Harus diusahakan agar individu ikut berpartisipasi dalam mengambil keputusan inovasi. Guru, siswa, maupun ornag tua siswa, diberi kesempatan ikut berperan dalam mengambil keputusan menerima atau menolak inovasi.

4. Perlu direncanakan tentang evaluasi keberhasilan program inovasi. Kejelasan tujuan dan cara menilai keberhasilan penerapan inovasi, merupakan motivasi yang kuat untuk menyempurnakan pelaksanaan inovasi.

Ada beberapa srtategi pembaharuan untuk dipertimbangkan dalam rangka mencapai tujuan pembaharuan :

A. Strategi Empiris Rasional.

Asumsi dasar strategi ini adalah bahwa manusia mampu menggunnakan akal dan akan bertindak dengan cara-cara yang rasional. Oleh karena itu, tugas inovasi yang utama adalah mendemontrasikan pembaharuan tertentu melalui metode terbaiik yang sahih (valid) akan lebih memungkinkan pengopsianya bagi receiver.

Strategi ini didasarkan atas suatu pandangan yang optimistic, yang dapatditemikan diseluruh dunia barat, strategi ini merupakan dasar bagi praktek liberal dan riset empiris dan pendidikan umum.

Dalam pertimbangan strategi ini adalah seperti yang diketengahkan oleh benno dan chin.

1. Pemahaman dasar reserver terhadap pembaharuan riset dasar dan persebaran pengetahuan melalui pendidikan umum.

2. Pemilihan dan penempatan personal. Sering kali kesukaran dalam menjamin keberhasilan tugas pembaharuan.

3. Analisis sytem. Strategi ini adalah suatu strategi yang mendasar diri pada ilmunya.

4. Riset Terapan dan sytem-system nata rantai untuk defuse hasil-hasil riset. Strategi ini mendasarkan pada riset terapan dengan pencirian dasar pada suatu pihak.

Pendekatan ini lahir dari studi tentang masa depan pendidikan seperti studi “Eropa tahun 2000”. Pada dasrnya pendekatan ini beralaskan pengetahuan masa sekarang, berusaha untuk “Meramal” masa depan. Dengan kata lain masa depan akan didasarkan atas trens dan tendensi yang dapat diopservasi sekarang ini.

Asumsi dari yang mendukung strategi Empiris rasional ialah bahwa riset itu “netral”dan”Objektif”. Cara (Model) riset ilmu social ini diambil dari ilmu-ilmu murni.

Di samping itu, strategi ini didasarkan atas pandangan yang optimistik seperti apa yang dikatakan oleh Bennis, Benne, dan Chin yang dikutip dari Cece Wijaya dkk (1991), di sekolah, para guru menciptakan strategi atau metode mengajar yang menurutnya sesuai dengan akal yang sehat, berkaitan dengan situasi dan kondisi bukan berdasarkan pengalaman guru tersebut. Di berbagai bidang, para pencipta inovasi melakukan perubahan dan inovasi untuk bidang yang ditekuninya berdasarkan pemikiran, ide, dan pengalaman dalam bidangnya itu, yang telah digeluti berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Inovasi yang demikian memberi dampak yang lebih baik dari pada model inovasi yang pertama. Hal ini disebabkan oleh kesesuaian dengan kondisi nyata di tempat pelaksanaan inovasi tersebut.

B. Strategi Normatif-Reedukatif

Strategi ini didasarkan atas tulisan - tulisan Sigmun Fleud, Jhon Devey, Kurt Lewin, dan lain-lain.dalam hal ini yang menjadi pusat kepentingan ialah persoalan mengenai bagaimana klien memahami permasalahanya. Masalah pembaharuan bukan perkara mengisi (supliying) sikap, skill, nilai-nilai, dan hubungan manusia. Pembaharuan sikap justru sama perlunya dengan perubahan produk-produk . menerima sistem nilai klien berarti mengurangi manipulasi dari luar. Pembaharuan dibatasi sehingga kekuatan yang bersifat mengaktifkan didalam system harus diubah.

Asumsi tentang motivasi ini berbeda dengan asumsi-asumsi yang mendasari sytrategi empiris rasional. Bennis, Bennen, dan Chin berkomentar tentang hal ini : “ strategi ini didasarkan atas asumsi bahwa motivasi manusia berbeda dengan setrtegiisetrategi yang mendasari sertategi empiris rasional, rasionalitas dan intelejensi manusia tidak dikesampingkan.

Norma sosial budaya didukung oleh sikap dan system nilai dari tiap-tiap individu, pandangan normative, yang menyokong komitmen-komitmen mereka. Perubahan-perubahan dalam orientasi normatif meliputi perubahan dalam sikap, nilai, skil, dan hubungan-hubungan yang berarti, tidak saja perubahan-perubahan dalam pengetahuan informasi atau alasan-alasan intelektual bagi perbuatan dan praktek.

Intelegensi lebih merupakan (noma) social ketimbang (norma) individu secara sempit. Perubahan bukan saja dalam kelengkapan yang menyangkut informasi yang rasional dari manusia, tertapi juga pada tingkat personal. Dalam kebiasaan-kebiasaan dan nilai-nilai, seperti halnya pada tingkat social budaya merupakan perubahan-perubahan dalam struktur normative dalam aturan-aturan dan hubungan-hubungan yang diintitusialisasikan seperti halnya dalam orientasi-orientasi kognitif dan perceptual. Dalam setrategi normative-reedukatif, seorang agen merubah bekerja sama-sama dengan klienya.

Bennis, Bennen, dan Chin menekankan keterlibatan klien dalam pembaharuan. Hal ini didasarkan atas anggapan bahwa agen pengubahan mesti belajar bekerja secara bersekongkol de4ngan klien untuk memecahkan prolema-problema yang dihadapi klien itu. Unsure-unsur yang ada dibawah sadar (nonconcicus) mesti dibawa kedalam kesadaran dengan metode-metode serta konsep-konsep ilmu behavioral.

Dalam pendidikan, sebuah strategi bila menekankan pada pemahaman pelaksana dan penerima inovasi, maka pelaksanaan inovasi dapat dilakukan berulang kali. Misalnya dalam pelaksanaan perbaikan sistem belajar mengajar di sekolah, para guru sebagai pelaksana inovasi berulang kali melaksanakan perubahan-perubahan itu sesuai dengan kaidah-kaidah pendidikan. Kecenderungan pelaksanaan model yang demikian agaknya lebih menekankan pada proses mendidik dibandingkan dengan hasil dari perubahan itu sendiri. Pendidikan yang dilaksanakan lebih mendapat porsi yang dominan sesuai dengan tujuan menurut pikiran dan rasionalitas yang dilakukan berkali-kali agar semua tujuan yang sesuai dengan pikiran dan kehendak pencipta dan pelaksananya dapat tercapai.

Inovasi pendidikan sebagai usaha perubahan pendidikan tidak bisa berdiri sendiri, tapi harus melibatkan semua unsur yang terkait di dalamnya, seperti inovator, penyelenggara inovasi seperti guru dan siswa. Disamping itu, keberhasilan inovasi pendidikan tidak saja ditentukan oleh satu atau dua faktor saja, tapi juga oleh masyarakat serta kelengkapan fasilitas.

Inovasi pendidikan yang berupa top-down model tidak selamanya bisa berhasil dengan baik. Hal ini disebabkan oleh banyak hal antara lain adalah penolakan para pelaksana seperti guru yang tidak dilibatkan secara penuh baik dalam perencananaan maupun pelaksanaannya. Sementara itu inovasi yang lebih berupa bottom-up model dianggap sebagai suatu inovasi yang langgeng dan tidak mudah berhenti karena para pelaksana dan pencipta sama-sama terlibat mulai dari perencanaan sampai pada pelaksanaan. Oleh karena itu mereka masing-masing bertanggung jawab terhadap keberhasilan suatu inovasi yang mereka ciptakan.

Kedua kelompok strategi ini meliputi :

1. Pengembangan kemampuan memecahkan problema dari suatu sistem. Tekanannya disini adalah pada potensi sistem klien untuk mengembangkan struktur-struktur dari proses pemecahan masalah mereka.

2. Pelaksanaan serta pemeliharaan pertumbuhan didalam diri orang-orang yang menjalankan system itu untuk diubah. Disini tekananya adalah pola diri sendiri (person) sebagian unit dasar dari setiap organisasi sosial. Hal ini didasarkan atas keyakinan bahwa person akan sanggup melakukan perbuatan kreatif jika kondisi-kondisi dibuat menguntungkan.

Pada dasarnya strategi-strategi ini tidak dipandang sebagi suatu hubungan antara ”pengetahuan” dan sesuatu (seseorang) yang akan berubah (seperti dalam strategi empiris-rasional). Sebaiknya, proses tersebut dipandang sebagi suatu dialog yang melibatkan seorang klien dan seorang “agen pengubah”.

Strategi - strategi normative-redukatif yang didasarkan atas suatu pemahaman idealis akan amat memuaskan manusia dengan suatu asumsi optimistik akan kemungkinanan-kemungkinan (possibelitas) bagi perubahan yang penuh arti yang dimulai oleh individu dan melalui individu.

Keefektifan strategi ini antara lain:

a. Perubahan-perubahan mulai dengan individu dan sikapnya, dan bukan dengan stuktur sosial dapat dia hidup.

b. Seorang agen pengubah dapat bekerja dalam suatu valuc vakum.

c. Perubahan-perubahan dapat terjadi tanpa suatu perubahan dalam kekuasaan artau sesudah itu diikuti oleh perubahan dalam hubunga-hubungan kekuasaan diantara individu-individu dan kelompok-kelompok.

d. Dasar-dasar bagi perubahan yang berarti dalam consensus antara interest group yang berbeda dalam system itu.